Rabu, 02 Juli 2014

PERAN DAN PERKEMBANGAN UKM BAGI PEMBANGUNAN DI INDONESIA

Diposting oleh Unknown di 00.22 1 komentar

ANNISA TRIANA      21213162
EYDELA MEIDINA     23213012
IMAS EKAWATI       24213329
MAHARANI DARAJATI  25213218
UMMU SALAMAH       29213055

KELAS : 1EB21

I. PENDAHULUAN

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern. UKM hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat. UKM merupakan salah satu sektor industri yang sedikit bahkan tidak sama sekali terkena dampak krisis global yang melanda dunia. Dengan bukti ini, jelas bahwa Peran UKM Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dapat diperhitungkan.

Industri-industri besar yang terbangun tetap rawan gejolak luar tersebut tidak memiliki suatu keterkaitan yang kuat baik kebelakang penyediaan input maupun kedepan. Terlambatnya dipromosikan UKM dalam program membangun industri hilir dan pemihakan pemerintah terhadap pengembangan usaha besar berakibat peran yang menonjol pada usaha besar. Dengan terlambatnya dipromosikan industri hilir terjadi kepincangan yang cukup parah ketika krisis asia melanda ekonomi. Ketika terjadi krisis industri besar mengahadapi masalah serius sedangkan UKM bekerja menurut ritme keunggulannya. Dua pola pertumbuhan industri berbeda karena antara lain mengunakan bahan baku bersumber dari dalam negeri, pemakaian tenaga kerja dengan upah yang rendah dan relatif cepat bergerak kearah penyesuaian pemakaian bahan baku dan berorientasi pasar.

Pada pasca krisis tahun 1997 di Indonesia, UKM dapat membuktikan bahwa sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan UKM mampu bertahan dibandingkan dengan usaha besar lainnya yang cenderung mengalami keterpurukan. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin bertambahnya jumlah UKM setiap tahunnya. Usaha skala kecil dan menengah (UKM) di negara berkembang hampir selalu merupakan kegiatan ekonomi yang terbesar dalam jumlah dan kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja. Begitu pula dengan kondisi yang ada di Indonesia, meskipun dalam ukuran sumbangan terhadap PDB belum cukup tinggi, sektor ini dapat tetap menjadi tumpuan bagi stabilitas ekonomi nasional. Sehingga perannya diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan kepada masyarakat Indonesia.

II. Pembahasan

Usaha Kecil didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan sebesar 1 (satu) miliar rupiah atau kurang. Sementara Usaha Menengah didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan lebih dari 1 (satu) miliar.
Menurut Departemen Perindustrian (1993) UKM didefinisikan sebagai perusahaan yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI), memiliki total asset tidak lebih dari Rp 600 juta (diluar area perumahan dan perkebunan). Sedangkan definisi yang digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) lebih mengarah pada skala usaha dan jumlah tenaga kerja yang diserap. Usaha kecil menggunakan kurang dari lima orang karyawan, sedangkan usaha skala menengah menyerap antara 5-19 tenaga kerja.

Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, secara umum adalah:
  • Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus pengelola dalam UKM.
  • Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal.
  • Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra perdagangan.
  • Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana prasarana yang kecil.
Pandangan umum bahwa UKM itu memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship (kewiraswastaan) adalah kurang tepat. Ada sub kelompok UKM yang memiliki sifat entrepreneurship tetapi ada pula yang tidak menunjukkan sifat tersebut. Dengan menggunakan kriteria entrepreneurship maka kita dapat membagi UKM dalam empat bagian, yakni :
a.    Livelihood Activities
UKM yang masuk kategori ini pada umumnya bertujuan mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku dikelompok ini tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai sektor informal. Di Indonesia jumlah UKM kategori ini adalah yang terbesar.
b.    Micro enterprise
UKM ini lebih bersifat “artisan” (pengrajin) dan tidak bersifat entrepreneurship (kewiraswastaan). Jumlah UKM ini di Indonesia juga relatif besar.
c.    Small Dynamic Enterprises
UKM ini yang sering memiliki jiwa entrepreneurship. Banyak pengusaha skala menengah dan besar yang tadinya berasal dari kategori ini. Kalau dibina dengan baik maka sebagian dari UKM kategori ini akan masuk ke kategori empat. Jumlah kelompok UKM ini jauh lebih kecil dari jumlah UKM yang masuk kategori satu dan dua. Kelompok UKM ini sudah bisa menerima pekerjaan sub-kontrak dan ekspor.
d.   Fast Moving Enterprises
Ini adalah UKM tulen yang memilki jiwa entrepreneurship yang sejati. Dari kelompok ini kemudian akan muncul usaha skala menengah dan besar. Kelompok ini jumlahnya juga lebih sedikit dari UKM kategori satu dan dua.

UKM Kebal Terhadap Krisis
Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Karena dengan UKM ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang.
Sektor UKM telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UKM telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru tumbang oleh krisis. Mudradjad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia pada tanggal 21 Oktober 2008 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis dan mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua, tidak banyak utang ke perbankan karena mereka dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan langsung dengan pembeli/importir di luar negeri.
Kualitas jasa juga dapat dimaksimalkan dengan adanya penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi ini dapat memberikan kontribusi positif dalam pengelolaan, sehingga organisasi dapat lebih terkontrol dengan mudah. Oleh sebab itu, organisasi harus selalu mengikuti dinamika perubahan teknologi yang terjadi.
Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dalam membangun perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia.  Usaha mikro kecil menengah menjadi salah satu prioritas dalam agenda pembangunan di Indonesia hal ini terbukti dari bertahannya sektor UKM saat terjadi krisis hebat tahun1998, bila dibandingkan dengan sektor lain yang lebih besar justru tidak mampu bertahan dengan adanya krisis.
Pada masa krisis ekonomi yang berkepanjangan, UKM dapat bertahan dan mempunyai potensi untuk berkembang. Dengan demikian UKM dapat dijadikan andalan untuk masa yang akan datang dan harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif, serta persoalan-persoalan yang menghambat usaha-usaha pemberdayaan UKM harus dihilangkan. Konstitusi kebijakan ekonomi Pemerintah harus menempatkan UKM sebagai prioritas utama dalam pemulihan ekonomi, untuk membuka kesempatan kerja dan mengurangi jumlah pengangguran.
Sebagai gambaran, kendati  sumbangannya dalam output nasional (PDRB) hanya 56,7 persen dan  dalam  ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99 persen dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6 persen  dalam penyerapan tenaga kerja (Kompas). Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM  kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja.
Dilihat dari pembinaan yang efektif maka sebaiknya pemerintah memusatkan perhatiannya pada UKM kategori tiga dan empat. Kelompok ini juga dapat menyerap materi pelatihan. Tujuan pembinaan terhadap UKM kategori tiga dan empat adalah untuk mengembangkan mereka menjadi usaha sekala menengah. Secara konseptual penulis menganggap ada dua faktor kunci yang bersifat internal yang harus diperhatikan dalam proses pembinaan UKM. Pertama, sumber daya manusia (SDM), kemampuan untuk meningkatkan kualitas SDM baik atas upaya sendiri atau ajakan pihak luar. Selain itu dalam SDM juga penting untuk memperhatikan etos kerja dan mempertajam naluri bisnis. Kedua, manajemen, pengertian manajemen dalam praktek bisnis meliputi tiga aspek yakni berpikir, bertindak, dan pengawasan.
Dapat dilihat dari statistik yang dikeluarkan oleh UKM, bahwa 5 sektor yang memiliki porsi terbesar adalah UKM yang terkait dengan industri makanan dan minuman. Sektor ini membentuk rantai makanan yang berupa input bahan baku dan output jadi makanan dan minuman. Industri Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan menyumbang bahan baku untuk pembuatan makanan dan minuman, sementara Industri Perdagangan, Hotel, dan Restoran menjual makanan dan minuman jadi hasil pengolahan dari industri sebelumnya. Sehingga jika ditotal, sektor makanan dan minuman memiliki proporsi unit usaha UKM lebih dari 80%.
Alasan-alasan UKM bisa bertahan dan cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis adalah :

  • Sebagian besar UKM memperoduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan.
  • Sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan. Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
  • UKM mempunyai modal yang terbatas dan pasar yang bersaing, dampaknya UKM mempunyai spesialisasi produksi yang ketat. Hal ini memungkinkan UKM mudah untuk pindah dari usaha yang satu ke usaha lain, hambatan keluar-masuk tidak ada.
  • Reformasi menghapuskan hambatan-hambatan di pasar, proteksi industri hulu dihilangkan, UKM mempunyai pilihan lebih banyak dalam pengadaan bahan baku. Akibatnya biaya produksi turun dan efisiensi meningkat. Tetapi karena bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi, maka pengaruhnya tidak terlalu besar.
  • Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerja-pekerjanya. Para penganggur tersebut memasuki sektor informal, melakukan kegiatan usaha yang umumnya berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat.

Mudradjad Kuncoro mengatakan bahwa dua langkah strategis yang bisa diusulkan untuk pengembangan sektor UKM, yaitu demand pull strategy dan supply push strategy. Demand pull strategy mencakup strategi perkuatan sisi permintaan, yang bisa dilakukan dengan perbaikan iklim bisnis, fasilitasi mendapatkan HAKI (paten), fasilitasi pemasaran domestik dan luar negeri, dan menyediakan peluang pasar. Langkah strategis lainnya adalah supply push strategy yang mencakup strategi pendorong sisi penawaran. Ini bisa dilakukan dengan ketersediaan bahan baku, dukungan permodalan, bantuan teknologi/ mesin/alat, dan peningkatan kemampuan SDM. Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen. 1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan; 2. Departemen Koperasi dan UKM, namun demikian usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar hampir disemua sektor, antara lain : perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan industri. Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar didalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan UKM saat ini dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UKM dapat tercapai dimasa mendatang.

Peranan UKM dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja
Peranan UKM terlihat cukup jelas pasca krisis ekonomi, yang dapat dilihat dari besaran pertambahan nilai PDB, pada periode 1998–2002 yang relatif netral dari intervensi pemerintah dalam pengembangan sektor-sektor perekonmian karena kemampuan pemerintah yang relatif terbatas, sektor yang menunjukkan pertambahan PDB terbesar berasal dari industri kecil, kemudian diikuti industri menengah dan besar. Hal ini mengindikasikan bahwa UKM mampu dan berpotensi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi pada masa akan datang.

Dari aspek penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian secara absolut memiliki kontribusi lebih besar dari pada sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sektor industri jasa. Arah perkembangan ekonomi seperti ini akan menimbulkan kesenjangan pendapatan yang semakin mendalam antara sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan menyerap tenaga kerja lebih sedikit.
Pembangunan ekonomi hendaknya diarahkan pada sektor yang memberikan kontribusi terhadap output perekonomian yang tinggi dan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Adapun sektor yang dimaksud adalah sektor industri pengolahan, dengan tingkat pertambahan output bruto sebesar 360,19% dan tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 23,21% lebih besar daripada sektor pertanian, pertambangan dan jasa. Berdasarkan skala, UKM memiliki kontribusi terhadap pertambahan output bruto dan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar daripada Usaha Besar.
Peranan UKM dalam penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dari usaha besar juga terlihat selama periode 2002–2005. UKM memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 96,66% terhadap total keseluruhan tenaga kerja nasional, sedangkan usaha besar hanya memberikan kontribusi rata-rata 3,32% terhadap tenaga kerja nasional. Tinggi kemampuan UKM dalam menciptakan kesempatan kerja dibanding usaha besar mengindikasikan bahwa UKM memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dan dapat berfungsi sebagai katub pengaman permasalahan tenaga kerja (pengangguran).

UKM Dalam Iklim Persaingan
Salah satu bentuk proteksi yang dilakukan pemerintah terhadap pengembangan UKM adalah apa yang tercantum pada dua Undang-Undang (UU) yang terkait dengan UKM yaitu UU Usaha Kecil No. 9 Tahun 1995 dan UU Persaingan Usaha Tahun 1999. Lebih menarik lagi karena UU Persaingan Usaha muncul setelah Indonesia dihantam badai krisis yang menjadi arena pengujian ketangguhan masing-masing skala usaha.
Di dalam UU Usaha Kecil tersebut secara jelas dinyatakan betapa diperlukannya tindakan untuk melindungi UKM dari persaingan yang tidak adil serta perlunya usaha untuk mengembangkannya. Misalnya, pemerintah  mengeluarkan peraturan pemerintah, perlindungan terhadap pelaksanaan program kemitraan dimana usaha besar dipaksa bermitra dengan UKM. Sementara dalam pasal 50 butir (h) dan (i) UU Anti Monopoli dan UU Persaingan ini ternyata koperasi dan UKM tidak tercakup di dalamnya. Kedua UU ini menyatakan bahwa salah satu tugas pemerintah dalam pengembangan sektor ekonomi adalah untuk memberikan perlindungan perundangan dan usaha pengembangan bagi koperasi dan UKM.
Berdasarkan isi dari kedua UU ini, jelas terlihat bahwa pemerintah Indonesia mungkin berpandangan bahwa untuk mengembangkan serta melindungi koperasi dan UKM (sebagai bagian dari sektor ekonomi) dari persaingan bebas (yang tidak adil) diperlukan suatu peraturan yang ketat agar dapat digunakan sebagai bagian dari insentif untuk mengembangkan dan melindungi koperasi dan UKM. Tampaknya pemerintah juga berpendapat bahwa dalam proses itu, melindungi dan mengembangkan koperasi dan UKM  merupakan unsur yang penting untuk menghadapi persaingan bebas (khususnya yang tidak adil).  Ketika harus memilih antara manfaat persaingan yang didorong oleh pasar atau perlindungan pemerintah, ternyata pemerintah memilih perlindungan.  Mungkin kita akan memberikan interpretasi: bahwa perlindungan untuk UKM serta koperasi akan efektif hanya dengan cara memakai perangkat peraturan pemerintah. Dasar pemikiran ekonomi dari UU nasional ini adalah bahwa UU dapat memainkan peranan yang penting dalam mendukung usaha besar, menengah, kecil dan koperasi dalam bersaing di pasar yang sama tetapi kita harus melindungi UKM dan koperasi.

Secara umum tujuan UU ini adalah bagaimana mengembangkan ekonomi dengan sifat pasar persaingan bebas dimana UU seharusnya atau sebenarnya tidak ditujukan untuk melawan usaha-usaha besar, tetapi lebih merupakan pengembangan prinsip persaingan dalam ekonomi pasar yang sedemikian rupa agar dapat menciptakan kondisi pasar yang dapat mempercepat pertumbuhan usaha kecil, menengah dan besar secara bersamaan. Hubungan yang terutama dan logis antara UU ini dan pertumbuhan UKM adalah sebagai berikut: tujuan utama UU ini adalah meningkatkan keadaan ekonomi melalui persaingan pasar bebas. Oleh sebab itu, teori pelaku ekonomi mengenai perbuatan yang bersifat anti persaingan harus dimengerti secara jelas. Apabila pasar yang bersaing (bukan yang bersifat monopoli atau monopolistik dll.) dikembangkan, maka akan tercipta ekonomi yang kondusif yang dapat mempercepat pertumbuhan UKM. Namun demikian perlu dicamkan bahwa pasar yang bersaing tidak dapat dihasilkan hanya dengan UU Anti Monopoli dan UU Persaingan saja.

Peran UKM dalam Penciptaan Devisa Negara
UKM juga berkontribusi terhadap penerimaan ekspor, walaupun kontribusi UKM jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kontribusi usaha besar. Pada tahun 2005 nilai ekspor usaha kecil mencapai 27.700 milyar dan menciptakan peranan sebesar 4,86 persen terhadap total ekspor. Padahal pada tahun 2002 nilai ekspor skala usaha yang sama sebesar 20.496 milyar dan menciptakan peranan sebesar 5,13% terhadap total ekspor. Artinya terjadi peningkatan pada nilai walaupun peranan ekspor pada usaha kecil sedikit mengalami penurunan. Untuk usaha menengah, nilai ekspor juga meningkat dari 66,821 milyar di tahun 2002 (16,74%) naik menjadi 81.429 milyar dengan peranan yang mengalami penurunan yaitu sebesar 14,30% ditahun 2005.
Berdasarkan distribusi pendapatan ekspor menurut skala usaha, maka periode 2003-2005 sektor penggerak ekspor terbesar secara total adalah industri pengolahan, dan penyumbang ekspor terkecil adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Khusus pada usaha kecil, penyumbang terbesar ekspor nonmigas adalah sektor industri pengolahan yang diikuti oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dan terakhir adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan untuk usaha menengah sumbangan terbesar terhadap ekspor adalah sektor industri pengolahan. (MENEKOP DAN UMKM dan BPS, 2005).
Berikut akan saya sajikan data yang menunjukkan perkembangan ekspor non migas berdasarkan skala usaha tahun 2002 – 2005:

Table 1.1 perkembangan Ekspor Non Migas Menurut Skala Usaha Tahun 2002 – 2005




Nilai (Milyar RP)


Tahun
UK
UM
UKM
UB
Total
2002
20,496
(5,13)
66,821
(16.74)
87,290
(21.87)
311,916
(78.13)
399,206
(100,00)
2003
19,941
(5,21)
57,156
(14.94)
77,097
(20.15)
305,437
(79.85)
382,534
(100,00)
2004
24,408
(5,18)
71,140
(15.11)
95,548
(20.30)
375,242
(79.70)
470,790
(100,00)
2005
27,700
(4,86)
81,429
(14.30)
109,129
(19.16)
460,460
(80.84)
569,588
(100,00)

Sumber: MENEKOP DAN UMKM dan BPS, 2005

Keterangan:
( )     : Persentase terhadap total
UK      : Usaha Kecil
UM      : Usaha Menengah
UKM     : Usaha Kecil Menengah
UB      : Usaha Besar

Peranan UKM dalam Pemerataan Pendapatan
Peranan UKM yang tak kalah pentingnya dengan upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja yang tinggi adalah peranan dalam upaya mewujudkan pemerataan pendapatan. Dalam rangka meningkatkan peran UKM di Indonesia berbagai kebijakan dari aspek makroekonomi perlu diterapkan. Dengan memberikan stimulus ekonomi yang lebih besar kepada industri ini akan memberikan dampak yang besar dan luas terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih merata di Indonesia. Dengan stimulus yang dimaskud dapat berupa memberikan dana kepada UKM melalui investasi pemerintah dan investasi swasta domestik maupun investasi luar negeri. Perlu komitmen yang kuat dalam bentuk peraturan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengalokasikan sebagian besar dana APBD maupun APBN untuk diinvestasikan dalam usaha produktif UKM. Sementara itu, untuk menciptakan dan mendorong berbagai pihak swasta maupun swasta asing menginvestasikan dananya pada UKM perlu diberikan berbagai kemudahan dalam bentuk penyediaan database, penyediaan infrastruktur, kemudahan sistem administrasi birokrasi, dan kemudahan pajak. Pemanfaatan dana pinjaman luar negeri dalam bentuk loan bagi pengembangan UKM juga dapat dilakukan, disamping mengerahkan bantuan (hibah) luar negeri untuk memperkuat dan meningkatkan peran UKM.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pinjaman modal berupa kredit berbunga rendah. Untuk pelaksanaanya melibatkan pihak perbankan, khususnya perbankan milik pemerintah. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan aksesbilitas para pelaku UKM terhadap modal yang selama ini relatif terbatas. Diperlukan pula ketegasaan dari pemerintah dalam bentuk peraturan perundangan ataupun peraturan pemerintah (PP) untuk mendorong pihak perbankan melakukan tugasnya dengan sungguh sungguh dan penuh tanggung jawab.

III. Penutup
Peran Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia sangat besar dan telah terbukti menyelamatkan perekonomian bangsa pada saat dilanda krisis ekonomi tahun 1997. Di negara-negara majupun, baik di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Italia, UKM lah yang menjadi pilar utama perekonomian negara. Disamping itu upaya pengembangan UKM dengan mensinergikannya dengan industri besar melalui pola kemitraan, juga akan memperkuat struktur ekonomi baik nasional maupun daerah. Partisipasi pihak terkait atau stakeholders perlu terus ditumbuh kembangkan lainnya agar UKM betul-betul mampu berkiprah lebih besar lagi dalam perekonomian nasional. Sehingga Peran UKM Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia semakin optimal.

PEMERATAAN PEMBANGUNAN DAN PENANGGULANGAN KEMISIKINAN

Diposting oleh Unknown di 00.06 0 komentar

ANNISA TRIANA      21213162
EYDELA MEIDINA     23213012
IMAS EKAWATI       24213329
MAHARANI DARAJATI  25213218
UMMU SALAMAH       29213055

KELAS : 1EB21

I. PENDAHULUAN

Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pemba­ngunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedoman pembangunan nasional. Upaya mema­jukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan Pancasila diarahkan pada perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selaras dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengarahkan agar pem­bangunan nasional dilaksanakan merata di seluruh tanah air dan tidak hanya untuk suatu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat, serta harus benar-benar dapat di­rasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial, yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.

Pembangunan nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan aspek perta­hanan keamanan, serta merupakan kehendak seluruh bangsa untukterus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata, untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tenteram, dan rasa ke­adilan bagi seluruh rakyat.

Pembangunan yang merata materiil adalah perwujudan Kepu­lauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi, bahwa kekayaan wilayah Nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air. Tingkat per­kembangan ekonomi harus seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah dalam pengembangan kehidupan ekonomi yang berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila, dan mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta memi­liki kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional de­ngan daya saing yang tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Pembangunan yang merata spiritual adalah pembangunan yang merata bagi masyarakat dalam pengembangan rohani, budaya, dan rasa kesetiakawanan sosialnya, yang tercermin dalam keselarasan hubungan antara manusia dan Tuhannya, antara sesama manusia, serta antara manusia dan lingkungan alam sekitarnya. Keselarasan hubungan ini dalam pembangunan nasional merupakan perwujudan kesatuan politik dan sosial wilayah Kepulauan Nusantara, bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad untuk mencapai cita-cita bangsa.

Pembangunan ekonomi yang ditujukan pada pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan, ditandai oleh dasar demokrasi ekonomi yang menumbuhkan ekonomi rakyat. Kaidah Penuntun dalam GBHN 1993 menyatakan bahwa sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terha­dap manusia dan bangsa lain, sistem etatisme yang mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit di luar sektor negara, dan per­saingan tidak sehat, serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat harus dihindari, karena bukan merupakan ciri pembangunan ekonomi yang bertujuan pada pembangunan yang berkeadilan sosial.
Keberhasilan dalam pemerataan pembangunan merupakan modal utama dalam upaya bangsa meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan perekonomian rakyat, memperkukuh kesetiakawanan sosial, menanggulangi kemiskinan, dan mencegah proses muncul­nya kemiskinan baru yang mungkin timbul. Rendahnya pendapatan penduduk miskin mengakibatkan rendahnya pendidikan dan kesehatan sehingga mempengaruhi produktivitas mereka yang sudah rendah dan meningkatkan beban keter-gantungan bagi masyarakat. Penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan mencakup mereka yang berpendapatan sangat rendah, tidak berpendapatan tetap, atau tidak berpendapatan sama sekali.
Upaya bangsa dalam meningkatkan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan juga bertujuan menunjang upaya mewujudkan perekonomian nasional yang mandiri dan andal, serta mampu mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial.

Kesenjangan antar daerah, antar sektor, dan antar golongan ekonomi akan makin mengecil karena pembangunan yang makin merata, sehingga penduduk miskin diharapkan akan dapat makin berperan serta dalam pembangunan. Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II), yang dimulai dengan Repelita VI seperti dinyatakan dalam GBHN 1993, tetap bertumpu kepada Trilogi Pembangunan. Upaya untuk memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya dikaitkan dengan pertumbuhanekonomi yang cukup tinggi menuju terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluar­gaan. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi diperlukan untuk menggerakkan dan memacu pembangunan di bidang-bidang lain sekaligus sebagai modal untuk mewujudkan pemerataan pemba­ngunan dan hasil-hasilnya dengan lebih memberi kesempatan kepada rakyat untuk berperan serta secara aktif dalam pem­bangunan, dijiwai semangat kekeluargaan, didukung oleh stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, melalui pembangunan yang berkelanjutan.

II. PEMERATAAN PEMBANGUNAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM  PJP I

Masalah pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan adalah sangat kompleks dan berdimensi luas. Agar pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan berjalan lebih efektif dan efisien, maka pelaksanaannya perlu memperhatikan hasil yang telah dicapai dan pengalaman yang diperoleh selama PJP I.
Upaya pemerataan pembangunan telah dilakukan sejak awal PJP I, dengan berbagai upaya di berbagai sektor seperti pertanian, kependudukan, pendidikan, kesehatan, dan transmigrasi serta pembangunan desa. Sebagai bagian dari Trilogi Pembangunan, sejak Repelita III upaya pemerataan lebih digalakkan lagi yangdilaksanakan melalui kebijaksanaan delapan jalur pemerataan, yaitu :
  1. pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khusus­nya pangan, sandang, dan perumahan;
  2. pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan; pemerataan pembagian pendapatan;
  3. pemerataan kesempatan kerja;
  4. pemerataan kesempatan berusaha;
  5. pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita;
  6. pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh tanah air;
  7. pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Penerapan kebijaksanaan pemerataan melalui delapan jalur pemerataan dalam kenyataan berkaitan dengan kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Mengikuti alur delapan jalur pemerataan, di bawah ini akan diuraikan secara singkat upaya pemerataan dan penanggu­langan kemiskinan dalam PJP I.

Dalam mengatasi masalah kebutuhan pangan rakyat banyak, pembangunan pertanian terutama melalui revolusi hijau di bidang pertanian tanaman pangan padi, yang dilakukan dengan pola bimbingan massal (bimas), telah berhasil meningkatkan produksi dengan laju yang mencapai dua kali lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk. Keberhasilan dalam produksi pertanian tanaman pangan yang berkelanjutan inilah yang akhirnya dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Selanjutnya, keberhasilan peningkatan produksi padi melalui pola bimas itu diterapkan pula dalam mengembangkan komoditas lain seperti palawija, peternakan, perikanan, dan beberapa komoditas perkebunan.

Keberhasilan pembangunan pertanian juga telah memberikan sumbangan besar kepada stabilitas harga pangan yang pada giliran­nya memberikan sumbangan pada upaya menekan laju inflasi dan memantapkan stabilitas ekonomi. Kebijaksanaan swasembada berasmemberikan jaminan ketersediaan pangan yang mencukupi kebutuhan penduduk, sekaligus membantu mengentaskan penduduk dari kemiskinan. Keberhasilan sektor pertanian telah memberikan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan bagi sebagian besar masyarakat perdesaan yang mempunyai sumber penghasilan dari pertanian, antara lain melalui Bimas dan upaya intensifikasi lainnya, pengendalian harga, dan Program Pembinaan PeningkatanPendapatan Petani Kecil (P4K). Dengan demikian, selama PJP I sektor pertanian memberikan sumbangan besar dalam mengentas­kan penduduk dari kemiskinan dan dalam memeratakan dan meningkatkan pendapatan terutama petani.
Pembangunan industri yang pesat khususnya dalam bidang tekstil telah berhasil meningkatkan tersedianya sandang sehingga kebutuhan sandang bagi rakyat terpenuhi. Pembangunan berbagai industri yang menunjang pertanian seperti industri pupuk dan alat­alat pertanian telah mendukung pembangunan pertanian, demikian pula industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Dengan demikian, keterkaitan pembangunan industri dan pertanian dalam PJP I telah dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendorong pemera­taan.
Dalam PJP I, pembangunan perumahan, khususnya bagi golongan penduduk berpendapatan rendah juga diberi perhatian, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Pembangunan rumah layak dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Di kota-kota dan sekitarnya dibangun tipe perumahan, yaitu rumah susun. (rusun), rumah sederhana (RS), dan rumah sangat sederhana (RSS). Di perkotaan dilakukan program perbaikan kampung sedang di desa dilakukan program pemugaran perumahan. Penyediaan rumah dilengkapi dengan fasilitas lingkungan yang dibutuhkan, di antaranya jalan, sarana air bersih, listrik, dan fasilitas umum lainnya.

Dalam PJP I peranan sektor industri dalam perekonomian nasional makin besar. Peningkatan peran sektor industri memper­luas lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi angkatan kerja yang terus meningkat jumlahnya. Kelompok industri kecil, terma­suk industri kerajinan dan rumah tangga, telah berkembang dan berperan besar dalam peningkatan pendapatan rakyat. Di samping itu, program padat karya, program pengerahan tenaga kerja, dan program-program lain untuk meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha, termasuk bagi generasi muda dan wanita, makin diting­katkan sehingga tekanan pengangguran dapat dikurangi. Sektor bangunan yang tumbuh sangat pesat khususnya di kota­kota, merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja, termasuk penduduk miskin dari daerah perdesaan. Bersamaan dengan perkembangan sektor bangunan, di kota juga tumbuh dengan cepat usaha informal yang mendukungnya. Berkembangnya usaha informal terutama di Jawa - Bali telah banyak menciptakan lapangan kerja, yang turut meringankan beban kemiskinan di perdesaan.

Pengembangan dunia usaha dalam PJP I juga telah turut memberi sumbangan pada perluasan lapangan kerja dan kesempat­an berusaha bagi masyarakat luas. Usaha menengah, usaha kecil, termasuk usaha informal dan usaha tradisional, telah berperan dalam perekonomian nasional. Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat makin berkembang, baik jumlahnya yang telah mencapai sekitar 39.000 buah, maupun jenis usaha dan asetnya. Koperasi unit desa (KUD) telah terbentuk sekitar 8.700 buah dan beroperasi sampai ke pelosok daerah perdesaan di seluruh wilayah tanah air, dan pada saat ini sebagian besar telah menjadi KUD Mandiri.
Untuk meningkatkan kegiatan usaha kecil, termasuk usaha informal dan usaha tradisional, dikembangkan berbagai kemudahan kredit bersyarat ringan, antara lain pemberian kredit investasi kecil (KIK) dan kredit modal kerja permanen (KMKP). Jumlah dana yang disalurkan meningkat dari tahun ke tahun dan jangkauan pelayanannya juga makin meluas sampai ke perdesaan. Pada awal Repelita V penyediaan dana bagi pengembangan usaha kecilditingkatkan dengan penyisihan 1 sampai 5 persen laba yang diraih BUMN. Bersamaan dengan itu, koperasi dan usaha kecil, juga telah mendapat kesempatan untuk ikut melaksanakan berbagai kegiatan pemerintah. Dengan tersedianya sumber dana dan kesempatan usaha ini, koperasi dan usaha kecil, termasuk usaha informal dan usaha tradisional yang menampung banyak warga masyarakat lapisan bawah, makin berkembang.
Upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya didukung oleh makin tersebarnya pembangunan prasarana dan sarana fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, dan berbagai sarana perhubungan. Prasarana irigasi, yang terdiri dari bendungan dan saluran irigasi, pembangunannya telah menjangkau areal yang luas, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Pembangunan jalan dan pengembangan sarana perhubungan telah memperlancar mobilitas barang dan jasa dari satu daerah ke daerah lain, sehingga kebutuhan hidup masya­rakat makin mudah diperoleh. Sementara itu, dengan makin terse­barnya sarana dan luasnya jangkauan komunikasi, maka kebutuhan informasi bagi masyarakat makin terpenuhi, yang menunjang berkembangnya perekonomian sehingga membuka kesempatan kerja lebih luas.
Upaya pembangunan di berbagai sektor telah meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, termasuk generasi muda dan kaum wanita. Dalam PJP I melalui berbagai program, pemuda dan wanita telah makin berperan di semua sektor pembangunan dan di segenap aspek kehidupan bangsa. Khususnya melalui Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), wanita berperan sangat besar dalam berbagai kegiatan.

Pembangunan yang dilaksanakan melalui program sektoral, regional, dan khusus, termasuk Inpres Bantuan Pembangunan Daerah dan Desa, di samping makin meningkatkan penyebaran investasi di berbagai sektor, juga memperluas jangkauan wilayah pembangunan dan sekaligus makin merangsang swadaya dan krea­tivitas masyarakat di daerah. Peningkatan pembangunan daerah telah makin mendorong berkembangnya otonomi daerah secara lebih nyata, lebih dinamis, dan lebih bertanggung jawab. Dalam kaitan ini, pelaksanaan program transmigrasi dalam PJP I telah berhasil membuka lahan pertanian pangan dan komoditas pertanian lainnya, serta telah berhasil menyediakan lapangan kerja baru bagi sekitar 1,5 juta kepala keluarga (KK) dan menghidupi lebih kurang 8 juta jiwa. Dengan demikian, program transmigrasi telah mengembangkan potensi daerah, khususnya wilayah di luar Jawa dan perdesaan, sehingga memberikan sumbangan bagi upaya pemerataan pembangunan antardaerah dan sekaligus mengurangi jumlah penduduk miskin.
Pembangunan regional memperkuat aspek pemerataan antar­daerah dan meningkatkan efektivitas pembangunan sektoral yang pelaksanaan dan pengelolaannya makin banyak diserahkan kepada daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Inpres Bantuan Desa yang dilaksanakan mulai awal PJP I berupa bantuan uang Rp 100 ribu per desa dan terns meningkat sehingga menjadi Rp 5,5 juta pada akhir PJP I, telah meningkatkan keswadayaan dan kemandirian masyarakat desa di seluruh pelosok tanah air.
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), forum dis­kusi Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP), dan kegiatan Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) di berbagai tingkat, telah meningkatkan peran serta aktif dan keterpaduan pem­bangunan, dan mewujudkan pembangunan dari bawah. Selain Inpres Bantuan Desa, program-program bantuan lain dalam bentuk Inpres seperti Inpres Peningkatan Jalan Propinsi, InpresPeningkatan Jalan Kabupaten, Inpres Pembangunan Sarana Sekolah Dasar, Inpres Pembangunan Sarana Kesehatan, Inpres Penghijauan dan Reboisasi, serta Inpres Pembangunan Pasar, telah memberi sumbangan bagi pemerataan pembangunan di daerah.

Kegiatan pelayanan sosial telah ditingkatkan baik yang dilaku­kan oleh instansi-instansi pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri yang makin berkembang dengan berkembangnya keswa­dayaan masyarakat, organisasi kemasyarakatan termasuk organisasi kepemudaan dan wanita, keagamaan,  serta lembaga kemasyara­katan lainnya di perdesaan. Peran serta masyarakat ini makin penting dalam upaya mengurangi kesenjangan sosial, meningkatkanpemerataan pembangunan, dan menanggulangi kemiskinan. Pela­yanan umum kepada masyarakat dalam bidang rohani juga makin merata dengan tersebarnya sarana ibadah di perkotaan dan perde­saan. Demikian pula, pelayanan administrasi pemerintahan makin meningkat baik jangkauan, efektivitas maupun kualitasnya.
Pelayanan hukum juga telah meningkat sehingga menjangkau seluruh lapisan masyarakat antara lain dengan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu. Pembangunan bidang hankam telah dapat memberikan andil yang besar untukmenciptakan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan aman dan lan-car, termasuk dalam upaya pemerataan pembangunan dan penang­gulangan kemiskinan. Sementara itu, keamanan dan ketertiban masyarakat telah terpelihara dengan mantap sehingga meningkat pula rasa aman dan perlindungan bagi masyarakat.

Berbagai upaya pembangunan selama PJP I yang sebagian diantaranya diuraikan di atas telah berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin. Pada tahun 1970, jumlah penduduk miskin diperkirakan sekitar 70 juta orang atau 60 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 1976 telah turun menjadi 54,2 juta atau sekitar 40 persen dari jumlah penduduk, dan pada tahun 1990 jumlahnya berkurang lagi menjadi 27,2 juta orang atau sekitar 15 persen dari seluruh penduduk. Di daerah perdesaan, penurunan jumlah penduduk miskin jauh lebih cepat dibandingkan dengan di daerah perkotaan. Antara tahun 1976 dan tahun 1990, jumlah penduduk miskin di perdesaan berkurang 60 persen, sedangkan di perkotaan hanya sekitar 6 persen. Hal ini, selain disebabkan oleh pembangunan yang berhasil di sektor pertanian di wilayahperdesaan, juga disebabkan oleh arus urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk miskin ke kota-kota.
Pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan merupakan dua sisi permasalahan yang telah diusahakan untuk dipecahkan melalui berbagai pembangunan sektoral dan regional. Strategi pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan yang telah berhasil dalam PJP .I, dilanjutkan, diperluas, ditingkat­kan dan diperbaharui dalam PJP II.

III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN

GBHN 1993 memberi petunjuk bahwa pembangunan dalam PJP I telah berhasil meningkatkan pendapatan nasional dan kese­jahteraan rakyat pada umumnya walaupun masih ada ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang menuntut usaha yang sungguh-sungguh untuk mengatasinya agar tidak berkelanjutan dan berkembang ke arah keangkuhan dan kecemburuan sosial. GBHN 1993 juga menunjukkan bahwa perluasan dan penataan dunia usaha perlu ditingkatkan dalam rangka menggairahkan kegiatan ekono-mi, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, mening­katkan pendapatan masyarakat secara lebih merata melalui mantap­nya iklim yang mendukung pembinaan dan peningkatan usaha informal, usaha kecil, golongan ekonomi lemah, dan usaha menengah, serta melalui kerja sama kemitraan antara koperasi, usaha negara, dan usaha swasta. Selain itu, GBHN 1993 mengingatkan agar dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi dalam berbagai bentuk monopoli, monopsoni, dan praktek lainnya yang merugikan masyarakat. Secara mendasar GBHN 1993 mengamanatkan bahwa upaya untuk lebih memeratakan pembangunan serta menghilangkan kemiskinan dan keterbelakangan perlu dilanjutkan dan terus diting­katkan dalam PJP II. Untuk melaksanakan amanat tersebut, perlu dikenali tantangan yang dihadapi, kendala yang harus diatasi, dan peluang yang harus dimanfaatkan.



1. Tantangan

Sasaran PJP I untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat banyak dengan harga yang makin terjangkau, dan membangun struktur ekonomi yang makin berimbang, sebagai landasan bagi pemba­ngunan selanjutnya, pada umumnya telah tercapai. Namun, masih banyak masalah yang belum terselesaikan, antara lain masalah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Untuk memeratakan pembangunan, GBHN 1993 memberi petunjuk bahwa pem­bangunan ekonomi harus selalu mengarah kepada mantapnya sistem ekonomi nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang disusun untuk mewujudkan demokrasi ekonomi yang harus dijadikan dasar pelaksanaan pembangunan. Pembangunan kesejahteraan rakyat harus senantiasa memperhati­kan bahwa setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan yang layak serta berkewajiban ikut serta dalam upaya mewujudkankemakmuran rakyat. Oleh karena itu, tantangan utama dalam pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan yang berdasarkan sistem dan semangat demokrasi ekonomi, yang juga menjadi tantangan bagi seluruh upaya pembangunan dalam PJP II, adalah menumbuhkan kemampuan perekonomian rakyat yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berperan dalam pembangunan nasional dan menikmati hasilnya secara layak. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang satu, tetapi majemuk seperti dilambangkan dalam Bhinneka Tunggal Ika. Kemajemukan ini merupakan kekuatan bangsa, tetapi sekaligus dapat menimbul­kan berbagai masalah pula dalam proses pembangunan.

Segolongan masyarakat memiliki peluang ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan golongan lainnya. Kesempatan mendapatkan peluang dalam pembangunan tidak sama, ada golongan yang mendapat peluang lebih baik dibanding dengan yang lain. Dengan intensitas pembangunan yang makin meningkat, kesenjangan tersebut dirasakan makin melebar karena laju pertumbuhan yang berbeda. Kesenjangan antargolongan ekonomi ini apabila berlanjut dapat menghambat terwujudnya penyelenggaraan kehidupan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan yang ditujukan bagi sebesar­besar kemakmuran rakyat. Berlanjutnya kesenjangan antar golongan ekonomi, yaitu golongan ekonomi yang sangat lemah dan kuat, akan menghambat meningkatnya peran serta, efisiensi, dan produktivitas rakyat yang memadai yang diperlukan dalam pembangunan. Kesenjangan antar golongan ekonomi dan strata pendapatan yang melebar juga akan meningkatkan kecemburuan sosial dan dapat menyebabkan timbulnya gejolak sosial yang pada gilirannya dapat mengancam stabilitas nasional. Dengan demikian,mengurangi kesenjangan antar golongan ekonomi dan strata penda­patan dalam masyarakat sehingga pembangunan dapat berjalan di atas landasan yang kukuh dan terjamin kesinambungan dan per­tumbuhannya karena makin merata dan berkeadilan, menjadi tan­tangan pula.

Perkembangan ekonomi antar daerah memperlihatkan bahwa daerah di Pulau Jawa pada umumnya telah mengalami perkem­bangan ekonomi yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan daerah di luar Jawa. Kondisi ekonomi antardaerah di kawasan barat Indonesia pada umumnya juga berbeda dengan yang ada di kawasan timur Indonesia. Demikian pula, kondisi ekonomi perko­taan berbeda jauh dengan kondisi ekonomi perdesaan. Selanjutnya,ada daerah yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia yang tertinggal dibanding daerah lain, yaitu daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya. Pembangunan ekonomi yang telah menghasilkan pertum­buhan yang tinggi selama ini belum dapat sepenuhnya mengatasi permasalahan kesenjangan antar daerah tersebut. Perbedaan  laju pembangunan antar daerah menyebabkan terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia, dan antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan.

Berlanjutnya situasi kesenjangan antar daerah bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial dan Wawasan Nusantara, serta dapat menimbulkan ancaman terhadap ketahanan nasional. Dengan demikian, tantangan pembangunan dalam PJP II adalah mengu­rangi kesenjangan pembangunan antar daerah sehingga pembangunan dapat menciptakan kemakmuran yang makin merata di seluruh wilayah tanah air. Hasil pembangunan secara nyata tercermin dalam peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan kesempatan kerja dan hasil lainnya, yang semuanya merupakan hasil nyata dari seluruh upaya pembangunan. Mengingat sektor pembangunan saling terkait satu dengan lainnya, kelemahan dalam suatu sektor akan membatasi efisiensi dan produktivitas sektor lainnya. Hal tersebut pada gilir­annya dapat menyebabkan rendahnya efisiensi dan produktivitas perekonomian secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama ini merupakan cermin makin membaiknya efisiensi dan tingkat produktivitas dari sektor pembangunan. Namun,produktivitas sektor pertanian tetap jauh tertinggal dibanding sektor industri dan jasa. Hal tersebut terutama erat kaitannya dengan rendahnya nilai tukar komoditas pertanian dibandingkan dengan komoditas hasil industri dan jasa, serta tidak sebandingnya jumlahtenaga kerja yang diserap oleh sektor pertanian dengan hasil produksi sektor ini. Kesenjangan dalam nilai tukar tersebut meru­pakan unsur utama yang menyebabkan makin rendahnya produkti­vitas pertanian dibanding sektor lainnya. Mengingat sekitar sepa­ruh angkatan kerja di Indonesia masih bergantung hidupnya pada sektor pertanian, menurunnya produktivitas relatif antara sektor pertanian dan sektor lainnya, dapat mengakibatkan pula makin tajamnya kesenjangan antar golongan ekonomi dan kesenjangan antar daerah. Melebarnya kesenjangan antara wilayah perkotaan yang ditandai oleh kegiatan industri dan jasa dan wilayah perde­saan yang menitik beratkan pada kegiatan pertanian, dengan pendapatan yang relatif lebih rendah, mendorong perpindahan penduduk perdesaan ke daerah perkotaan tanpa kesiapan untuk menempuh kehidupan di perkotaan. Hal itu dapat menimbulkan permasalahan sosial-ekonomi baik bagi daerah perdesaan maupun perkotaan. Melebarnya kesenjangan antar golongan ekonomisebagai akibat perbedaan laju pertumbuhan antar sektor juga dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Oleh karena itu, tantangan lain pembangunan nasional adalah mewujudkan keseimbangan dan meningkatkan keterkaitan, terutama antara sektor pertanian dan sektor industri dan jasa sehingga peran serta, efisiensi, dan produk­tivitas semua sektor dalam pembangunan dapat meningkat secara lebih serasi dan seimbang.

Pembangunan selama PJP I berhasil secara nyata mengurangi jumlah penduduk miskin. Namun, pada tahun 1990 jumlah pendu­duk yang berada di bawah garis kemiskinan masih ada sekitar 27 juta orang, dan pada tahun 1993 masih terdapat lebih dari 20.000 desa tertinggal di mana sebagian besar penduduk miskin hidup. Selain itu, penduduk yang rentan terhadap gejolak ekonomi seperti yang diakibatkan oleh inflasi dan berbagai masalah lainnya seperti gangguan alam, yaitu golongan penduduk yang berada sedikit di atas garis kemiskinan, jumlahnya lebih besar lagi. Masalah kemis­kinan, selain merupakan masalah sosial, juga merupakan masalah ekonomi karena kemiskinan mencerminkan produktivitas penduduk yang rendah. Di samping merupakan masalah sosial ekonomi, masalah kemiskinan juga menyangkut segala aspek lain dari kehidupan, termasuk aspek politik dan stabilitas nasional. Secaramendasar adanya kemiskinan bertentangan dengan amanat UUD 1945, yang pada Pasal 27 Ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dengan demikian, menghapuskan kemiskinan dan mencegah timbulnya lapisan kemiskinan baru sehinggameningkatkan secara menyeluruh kesejahteraan rakyat lahir batin, adalah tantangan besar pula yang hams dihadapi dalam PJP II.



2. Kendala

Upaya pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemis­kinan dalam PJP II dan Repelita VI menghadapi berbagai kendala, terutama yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kemampuan perekonomian rakyat, mengurangi kesenjangan pembangunan   antar daerah, antar sektor, dan antar golongan ekonomi, serta upaya menanggulangi kemiskinan. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki struktur geogra-fis yang khas. Letak satu pulau dengan pulau lainnya terpisah oleh laut yang luas dan terpencar dalam suatu kawasan yang sangat  luas. Kondisi ini di satu pihak merupakan modal bagi pem­bangunan, tetapi di pihak lain dapat menimbulkan masalah dalam pemerataan pembangunan, terutama dalam pengembangan prasara­na perhubungan yang berkaitan dengan mobilitas barang, jasa, dan manusia, yang kelancarannya sangat dibutuhkan dalam upaya pemerataan dan penanggulangan kemiskinan. Di samping itu, potensi sumber daya alam antar wilayah juga sangat beragam. Ada wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang kaya, tetapi ada pula wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang amat terbatas. Lebih dari itu, di wilayah yang sumber daya alamnya terbatas, jumlah penduduknya besar; dan sebaliknya di wilayah yang potensi sumber daya alamnya besar, penduduknya terbatas. Dengan kondisi tersebut, upaya pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dibatasi oleh adanya ketidak seimbangan ketersediaan sumber daya alam dansumber daya manusia antar daerah. Indonesia memiliki pula kondisi sosial budaya antar daerah yang besar variasinya. Kondisi ini mencerminkan adanya keragam-an yang cukup tinggi dalam nilai, sikap, aspirasi, persepsi, kelem­bagaan dan perilaku masyarakat antar daerah. Sebagai bangsa yang satu tetapi majemuk, perbedaan dalam unsur-unsur masyarakat tersebut dapat menjadi kendala dalam upaya pemerataan pemba­ngunan dan penanggulangan kemiskinan, apabila perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tidak dijalin dengan sistem komunikasi pembangunan yang intensif dan serasi.
Secara khusus, upaya menanggulangi kemiskinan dihadapkan pada kendala berupa tersebarnya kantung kemiskinan pada lokasi yang terisolasi serta diperberat oleh kondisi kesuburan lahan yang rendah dan belum cukup dikuasainya teknologi usaha tani yang unggul. Di samping itu, upaya penanggulangan kemiskinan di perdesaan juga dihadapkan pada kendala kelembagaan dan ketim­pangan dalam pemilikan aset produktif terutama lahan. Upaya penanggulangan kemiskinan di perkotaan dihadapkan pada kendala keterbatasan pasar tenaga kerja dalam menyerap dan meningkatkan kualitas tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang berasal dari penduduk miskin.


3. Peluang

Pembangunan dalam PJP I telah menghasilkan landasan yang kuat bagi pembangunan tahap berikutnya. Hasil pembangunan berupa prasarana dan sarana ekonomi dan sosial, serta pengalaman membangun, merupakan modal besar untuk mengatasi ketimpangan ekonomi antar daerah, antar sektor, dan antar golongan ekonomi, serta merupakan peluang untuk menanggulangi kemiskinan. Landasan perekonomian Indonesia telah cukup kukuh dan mantap dengan ketahanan ekonomi nasional yang andal untuk membawa rakyat Indonesia ke taraf kesejahteraan yang lebih tinggi dan lebih merata. Semangat dan tekad yang meluas untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan menanggulangi kemiskinan juga merupakan peluang untuk menjadikannya sebagai gerakan nasional yang mempunyai kekuatan besar.Kekayaan alam yang terdapat di darat, laut, udara, dan dirgan­tara, jumlah penduduk yang besar sebagai sumber daya manusia yang potensial dan produktif, dan budaya bangsa Indonesia yang dinamis, merupakan modal dasar untuk menggerakkan dan mendorong upaya peningkatan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan.
Falsafah dan sikap hidup bangsa Indonesia yang berakar dalam nilai-nilai kepribadian bangsa tercermin dalam sifat kego­tongroyongan, toleransi, tenggang rasa, dan memiliki kesetiaka­wanan sosial yang tinggi. Sikap hidup ini jika dikembangkan dapatmembangkitkan kesadaran yang kukuh, tanggung jawab yang kuat, dan kesanggupan untuk saling membantu secara ikhlas serta tekad untuk bekerja dengan penuh percaya diri sebagai modal untuk mewujudkan kehidupan yang maju, mandiri, adil, dan merata.
Tingkat kemajuan sosial ekonomi yang dicapai dalam PJP I yang telah meningkatkan kemampuan efektif bangsa untuk mengatasi tantangan dan kendala yang dihadapi, memberikan pula peluang untuk meningkatkan pemerataan dan menanggulangi kemiskinan.

IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN

1. Arahan GBHN 1993

Upaya untuk lebih memeratakan pembangunan serta menghi­langkan kemiskinan dan keterbelakangan masih perlu terus dilan­jutkan dan ditingkatkan. Dalam rangka ini penataan peran pelaku ekonomi dalam ekonomi nasional sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 masih perlu terus dilanjutkan. Perhatian secara khusus perlu diberikan kepada pembinaan usaha golongan masyarakat yang berkemampuan lemah serta upaya untuk menciptakan lapangan kerja guna menampung angkatan kerja yang terus meningkat. Usaha nasional yang terdiri atas koperasi, usaha negara dan usaha swasta, terus dikembangkan agar menjadi kekuatan ekonomi nasional yang makin tangguh melalui penciptaan iklim usaha dan pola perdagangan yang sehat, menyuburkan semangat dan kreativi­-tas usaha serta mendorong efisiensi, produktivitas, dan daya saing.

Tata hubungan dan kerja sama serta kernitraan usaha antara berba­gai unsur ekonomi nasional terutama antara pengusaha kuat dan lemah, terus dibina dan dijalin dalam suasana saling membantu dan saling menguntungkan, sebagai suatu perwujudan kesatuan kekuat­an ekonomi nasional yang berdasar atas asas kekeluargaan dan kebersamaan sesuai dengan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Cabang-cabang pro­duksi yang bernilai strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan terus dikembangkan secara efektif serta dikelola secara efisien dan dipergunakan bagi sebesar-besarkemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dalam upaya memperluas peran aktif masyarakat dalam kegiatan ekonomi untuk menopang peningkatan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, perlu terus dikembangkan kebijaksanaan yang memajukan golongan ekonomi lemah melalui perluasan aksesnya terhadap sumber-sumber ekonomi dan faktor-faktor produksi serta kemudahan memasuki pasar. Usaha informal dan tradisional sebagai bagian dari ekonomi rakyat yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat, serta merupakan kegiatan ekonomi nyata yang makin luas, perlu terus dibina dan dilindungi agar tumbuh menjadi unsur kekuatan ekonomi yang andal, mandiri, dan maju, serta mampu berperan dalam menciptakan kesempatan usaha dan lapangan kerja.

Pembinaan usaha ekonomi rakyat diutamakan pada pengembangan kewiraswastaan, penyediaan sarana dan prasarana, fasilitas pendidikan dan pelatihan, bimbingan dan penyuluhan, serta permodalan, agar dapat meningkatkan usahanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengembangan koperasi didukung melalui pemberian kesem­patan berusaha yang seluas-luasnya di segala sektor kegiatan ekonomi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan pencip­taan iklim usaha yang mendukung dengan kemudahan memperolehpermodalan. Untuk mengembangkan dan melindungi usaha rakyat yang diselenggarakan dalam wadah koperasi demi kepentingan rakyat, dapat ditetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh koperasi. Kegiatan ekonomi di suatu wila­yah yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi agar tidak dima­suki oleh badan usaha lainnya dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi nasional dalam rangka pemerataan kesem­patan usaha dan kesempatan kerja.

Upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat agar makin adil dan merata terus ditingkatkan. Pertumbuhan ekonomi sebagai hasil pembangunan harus dapat dirasakan masyarakat melalui upaya pemerataan yang nyata dalam bentuk perbaikan pendapatan dan peningkatan daya beli masyarakat. Keberhasilan pembangunan yang dirasakan sebagai perbaikan taraf hidup oleh segenap golongan masyarakat akan meningkatkan kesadaran rakyat tentang makna serta manfaat pembangunan sehingga motivasi rakyat makin tergugah untuk berperan aktif dalam pembangunan. Pembangunan kesejahteraan sosial diselenggarakan oleh Pemerintah dan masyarakat, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial yang lebih merata bagi seluruh rakyat Indonesia, serta ditujukan pada peningkatan pemerataan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kemampuan serta kesempatan setiap warga negara untuk turut serta dalam pembangunan, dan menempuh kehidupan sesuai dengan martabat dan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

Sektor pertanian terus ditingkatkan agar mampu menghasilkan pangan dan bahan mentah yang cukup bagi pemenuhan kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli rakyat, dan mampu melanjutkan proses industrialisasi, serta makin terkait dan terpadu dengan  sektor industri dan jasa menuju terbentuknya jaringan kegiatan agroindustri dan agrobisnis yang produktif. Industri pertanian dan industri lain yang terkait terus didorong perkembangannya sehing-ga makin mampu memanfaatkan peluang pasar dalam dan luar negeri, memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja. Semua itu diarahkan untuk memperbaiki taraf hidup petani dan masyarakatpada umumnya.

Pembangunan industri dikembangkan secara bertahap dan terpadu melalui peningkatan keterkaitan antara industri dan antar­sektor industri dengan sektor ekonomi lainnya, terutama dengan sektor ekonomi yang memasok bahan baku industri, melalui pen­ciptaan iklim yang lebih merangsang bagi penanaman modal dan penyebaran pembangunan industri di berbagai daerah terutama di kawasan timur Indonesia, sesuai dengan potensi masing-masing dan sesuai dengan pola tata ruang nasional. Dalam rangka pemerataan kesempatan usaha serta demi terciptanya iklim usaha yang dapat memantapkan pertumbuhan industri nasional, makaperluasan usaha industri yang mengarah pada pemusatan kekuatan industri dalam berbagai bentuk monopoli yang merugikan masyarakat perlu dicegah. Industri kecil dan menengah termasuk industri kerajinan dan industri rumah tangga, perlu lebih dibina menjadi usaha yangmakin efisien dan mampu berkembang mandiri, meningkatkan pen­dapatan masyarakat, membuka lapangan kerja, dan makin mampu meningkatkan peranannya dalam penyediaan barang dan jasa serta berbagai komponen baik untuk keperluan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Pengembangan industri kecil dan menengah perlu diberi kemudahan baik dalam permodalan, perizinan maupun pemasaran, serta ditingkatkan keterkaitannya dengan industri yang berskala besar secara efisien dan saling menguntungkan, melalui pola kemitraan dalam usaha untuk meningkatkan peran dan kedudukannya dalam pembangunan industri.

Pembangunan perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian, lingkungan kehi­dupan, pertumbuhan wilayah, dengan memperhatikan keseimbangan antara pengembangan perdesaan dan perkotaan, memperluas lapangan kerja, serta menggerakkan kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Penciptaan dan perluasan lapangan kerja terus diupayakan, terutama melalui peningkatan dan pemerataan pembangunan industri, pertanian, dan jasa, yang mampu menyerap tenaga kerja yang banyak serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Upaya tersebut harus didukung oleh keterpaduan kebijaksanaan investasi,  fiskal dan moneter, pendidikan dan pelatihan, penelitian, pengembangan dan penyuluhan, penerapan teknologi serta pengembangan dan pemanfaatan pusat informasi pasar dalam dan luar negeri. Kebijaksanaan pemerataan dan peningkatan  kesempatan kerja serta pelatihan tenaga kerja terus dilanjutkan dan ditingkatkan agar menjangkau setiap warga negara dan terarah  pada terwujudnya angkatan kerja yang terampil dan tangguh.

Kesempatan kerja terbuka bagi setiap orang sesuai dengan kemampuan, keterampilan, dan keahliannya serta didukung oleh kemudahan memperoleh pendidikan dan pelatihan, penguasaan teknologi, informasi pasar ketenagakerjaan, serta tingkat upah yang sesuai dengan prestasi dan kualifikasi yang dipersyaratkan. Pengadaan tenaga kerja yang merupakan bagian dari perwujudan kebijaksanaan perencanaan ketenagakerjaan nasional harus mendorong pemerataan kesempatan kerja antar daerah dengan memperhatikan potensi angkatan kerja setempat.

Kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan di semua jenis dan jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah terus dikembangkan secara merata di seluruh tanah air dengan memberikan perhatian khusus kepada peserta didik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, serta yang bertempat tinggal di daerah terpencil. Pembangunan pendi­dikan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia serta kualitas sumber daya manusia Indonesia, dan memperluas serta meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikkan termasuk di daerah terpencil. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kuali­tas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapanhidup manusia, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyara­kat, serta untuk mempertinggi kesadaran masyarakat akan penting­nya hidup sehat. Perhatian khusus diberikan pada golongan masya­rakat yang berpenghasilan rendah, daerah kumuh perkotaan,daerah perdesaan, daerah terpencil dan kelompok masyarakat yang hidupnya masih terasing, daerah transmigrasi, serta daerah permu­kiman baru.

Jasa, termasuk pelayanan infrastruktur dan jasa keuangan, terus dikembangkan menuju terciptanya jaringan informasi, perhu­bungan, perdagangan, dan pelayanan keuangan yang andal, efisien, dan mampu mendukung industrialisasi dan upaya pemerataan. Perdagangan harus mampu menunjang peningkatan produksi dan memperlancar distribusi sehingga mampu mendukung upaya pemerataan, serta memperkuat daya saing melalui pengembangankemampuan untuk memperkirakan dan memanfaatkan pengaruh perkembangan ekonomi dunia.

Kebijaksanaan fiskal, moneter, dan neraca pembayaran, dilak­sanakan secara serasi dalam rangka mendukung pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang makin meluas dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis. Kebijaksanaan keuangan harus mendukung dan mengembangkan hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang serasi dalam mencapai keseimbangan pembangunan antar­daerah yang mantap dan dinamis, Pengembangan perangkat fiskal yang meliputi perpajakan dan berbagai bentuk pendapatan negara lainnya dilaksanakan berdasar­kan asas keadilan dan pemerataan dengan meningkatkan peran pajak langsung sehingga mampu berfungsi sebagai alat untuk menunjang pembangunan dan meningkatkan serta memeratakan kesejahteraan rakyat. Sistem dan prosedur perpajakan untuk meningkatkan pendapatan negara terus disempurnakan dandisederhanakan dengan memperhatikan asas keadilan, pemerataan, manfaat, dan kemampuan masyarakat, melalui peningkatan mutu pelayanan dan kualitas aparat yang tercermin dalam peningkatan kejujuran, tanggung jawab dan dedikasi, serta melalui penyempur­naan sistem administrasi.

Kebijaksanaan moneter diarahkan untuk mendukung pemera­taan pembangunan dan hasil-hasilnya yang makin luas, pertum­buhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi yang mantap. Kebijaksanaan moneter yang meliputi kebijaksanaan pengendalian uang beredar, termasuk kebijaksanaan perkreditan  dan kebijaksanaan nilai tukar uang, dilaksanakan secara terpadu untuk memantapkan kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja dengan mengembangkan perangkat moneter dan devisa.

Pemanfaatan sumber daya alam bagi peningkatan kesejahte­raan rakyat diupayakan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta senantiasa memperhitungkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan demi kepentingan generasi yang akan datang. Penganekaragaman pemanfaatan sumber daya alam dalam usaha memacu pertumbuhan yang mendukung pemerataan ekonomi sertapeningkatan ketahanan ekonomi, telah diupayakan sejalan dengan kemampuan alam Indonesia yang beraneka ragam dan kebutuhan masyarakat yang makin beraneka ragam pula.

Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktifmasyarakat, serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu. Dalam upaya pemerataan pem­bangunan di seluruh wilayah tanah air, pembangunan daerah dan kawasan yang kurang berkembang, seperti di kawasan timur Indonesia, daerah terpencil, dan daerah perbatasan, perlu diting­katkan sebagai perwujudan Wawasan Nusantara.

Untuk memperkukuh negara kesatuan dan memperlancar penyelenggaraan pembangunan nasional, pelaksanaan pemerintahan di daerah didasarkan pada otonomi yang nyata, dinamis, serasi,  dan bertanggung jawab, serta disesuaikan dengan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan tugas-tugas desentralisasi, dekon­sentrasi, dan pembantuan

Pelaksanaan pemerintahan otonomi di daerah hendaknya memacu peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan dan mendorong pemerataan pembangunan di seluruh tanah air dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara dan memperkukuh ketahanan nasional.

Peranan wanita dalam pembangunan masyarakat, baik di perkotaan maupun di perdesaan, perlu terus ditingkatkan terutama dalam menangani berbagai masalah sosial dan ekonomi yang diarahkan pada pemerataan hasil pembangunan, pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, dan pemeliharaan ling­kungan. Pelayanan dan bantuan hukum terus ditingkatkan agar masya­rakat pencari keadilan memperoleh perlindungan hukum secara lancar dan cepat. Dalam rangka mewujudkan pemerataan memper­oleh keadilan dan perlindungan hukum perlu terus diusahakan agar proses peradilan lebih disederhanakan, cepat, dan tepat dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

2. Sasaran

a. Sasaran PJP II

Secara umum sasaran pemerataan pembangunan dan penang­gulangan kemiskinan dalam PJP II adalah terwujudnya perekono­mian nasional yang mandiri dan andal berdasarkan demokrasi ekonomi untuk menumbuhkan perekonomian rakyat dan mening­katkan kemakmuran seluruh rakyat secara selaras, adil dan merata; terwujudnya keseimbangan, keserasian, dan keselarasan perkem­bangan dan kemajuan antara satu daerah dengan daerah lain, dan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa; serta makinmeratanya kemakmuran dan berkurangnya kesenjangan antargo­longan ekonomi, terutama antara golongan berpendapatan rendah dengan golongan berpendapatan lebih tinggi, sehingga berkurang ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang dapat menim­bulkan keangkuhan dan kecemburuan sosial.
Secara khusus, sasaran penanggulangan kemiskinan dalam PJP II adalah teratasinya secara tuntas masalah kemiskinan absolut, baik di perdesaan maupun di perkotaan, serta meningkatnya kemampuan desa sehingga tidak ada lagi desa tertinggal di seluruh tanah air.
b. Sasaran Repelita VI
Sasaran pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemis­kinan dalam Repelita VI adalah meningkatnya kemampuan, kemandirian, ketangguhan peranan usaha rakyat terutama koperasi dan usaha kecil termasuk usaha tradisional dan informal, serta usaha menengah yang tumbuh dari usaha kecil sehingga menjadi kekuatan ekonomi nasional; meningkatnya kemampuan daerah, baik aparat pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga masyarakat maupun masyarakat secara keseluruhan, serta berkembangnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab; berkurangnya kesenjangan kemajuan antara perkotaan dan perdesaan dan meningkatnya pembangunan di kawasan timur Indonesia dan daerah tertinggal lainnya; meningkatnya keterkaitan antara sektor-sektor ekonomi terutama sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa; makin seimbang dan meningkatnya nilai tukar komoditas pertanian terhadap komoditas industri dan jasa; tumbuh dan berkembangnya usaha menengah, usaha kecil, terma­suk usaha informal dan tradisional yang tangguh dan mandiri sebagai kekuatan utama perekonomian nasional; serta meningkat­nya pemerataan dalam kesempatan usaha, lapangan kerja, pendapa­tan dan kesejahteraan masyarakat.
Sasaran penanggulangan kemiskinan dalam Repelita VI adalah berkurangnya penduduk miskin absolut menjadi sekitar 12 juta orang, atau 6 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada Repelita VII masalah kemiskinan absolut, seperti tercermin dari jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, sebagian besar sudah dapat diatasi. Demikian pula pada akhir Repelita VII desa-desa tertinggal telah dapat dibebaskan dari kondisi kemis­kinan.

3. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dalam Repelita VI menegaskan arah pembangunan nasional menuju tercapainya sasaran umum PJP II, yaitu tercipta-nya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir dan batin dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya, serta antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Upaya untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui kebijaksanaan di seluruh bidang pembangunan dan dilaksanakan secara serasi dan terpadu dalam berbagai kebijaksanaan ekonomi makro, kebijaksa­naan sektoral dan regional.
Dalam pembangunan bidang ekonomi, segenap upaya pem­bangunan diarahkan untuk lebih memeratakan pembangunan dan mengatasi masalah kemiskinan, sejalan dengan upaya meningkat­kan pertumbuhan dan memelihara stabilitas. Melalui pem­bangunan yang semakin merata, akan dihasilkan gerak pertumbuhan yang semakin kuat dan berkelanjutan serta stabilitas yang semakin bagus.
Kebijaksanaan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dalam bidang ekonomi meliputi upaya meningkatkan kegiatan ekonomi rakyat, terutama melalui pengembangan koperasi dan pembinaan pengusaha kecil, memperluas lapangan kerja, memperluas lapangan usaha, serta meningkatkan pendapatan dan taraf kesejahteraan rakyat pada umumnya. Kebijaksanaan ekonomi dalam bidang fiskal dan moneter, perdagangan, investasi, ketenagakerjaan, industri, pertanian, transmigrasi, pengembangan usaha nasional, dan jasa-jasa, diarahkan untuk mewujudkan peningkatan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan. Erat kaitannya dengan hal itu, ditempuh pula kebijaksanaan pemeliha­raan sumber daya alam dan kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk memberi kesempatan yang luas bagi pembangunan ekonomi rakyat yang berkelanjutan.

Pengembangan sarana dan prasarana baik fisik seperti jalan, jaringan transportasi, listrik, pengairan, air bersih, kesehatan, dan pendidikan, maupun non-fisik seperti kelembagaan ekonomi dan sosial masyarakat ditingkatkan secara lebih merata. Pengem­bangan sarana dan prasarana tersebut diutamakan yang langsung menyentuh kepentingan golongan masyarakat berpendapatan rendah seperti jalan desa, transportasi perintis, pengairan desa, dan pelabuhan rakyat, yang diupayakan untuk dapat dimanfaatkan secara optimal, berkelanjutan dan merata oleh semua golongan masyarakat.
Kebijaksanaan di bidang ekonomi juga ditujukan, baik untuk meningkatkan keterkaitan antara industri hulu, industri antara, dan industri hilir, serta antara industri besar, industri menengah, dan industri kecil maupun diversifikasi pertanian, dan penataan serta pemantapan kelembagaan koperasi sehingga berperan utama dalam perekonomian rakyat.
Pembangunan dalam bidang kesejahteraan rakyat, merupakan ujung tombak upaya pemerataan pembangunan  dan penanggu­langan kemiskinan karena pada dasarnya merupakan upaya membangun manusia dan sumber daya manusia. Upaya pemerataanpembangunan di bidang ini meliputi peningkatan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan antara lain dengan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Selain itu, ditingkatkan pula upaya untuk mengatasi masalah pendidikan anak-anak putus sekolah, serta yang tidak mampu dan hidup di daerah terpencil. Kegiatan pelatihan untuk memperluas kemungkinan memperoleh pekerjaan dan menciptakan serta mengembangkan usaha, juga merupakan upaya peningkatan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan, yang dalam Repelita VI diperluas untuk mencakup juga wilayah perdesaan.

Di bidang kesehatan diupayakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara makin merata melalui peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan. Dalam hal itu, perha­tian khusus diberikan kepada golongan masyarakat yang berpeng­hasilan rendah, yang hidup di daerah kumuh perkotaan, di daerah perdesaan yang terbelakang, di daerah terpencil, dan kelompok masyarakat yang hidup terasing, serta daerah permukiman barutermasuk transmigrasi. Pengendalian pertumbuhan penduduk dan pembangunan keluarga sejahtera merupakan upaya pemerataan dan penanggulangan kemiskinan yang amat strategis, sehingga akan dilanjutkan dan ditingkatkan. Demikian pula, pelayanan sosialkepada masyarakat ditingkatkan dengan memberi perhatian khusus kepada fakir miskin dan anak-anak yang terlantar, pembinaan anak dan remaja, penduduk usia lanjut, masyarakat yang terpencil, serta peningkatan kualitas hidup seperti penyediaan perumahan, dan lingkungan hidup yang bersih dan sehat bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Peran serta wanita dalam pembangunan ditingkatkan sehingga wanita benar-benar menjadi mitra sejajar pria, dengan tetap memperhatikan kodrat, harkat dan martabatnya sebagai wanita. Kebijaksanaan ini diupayakan melalui peningkatan kualitas, kesempatan, dan perlindungan termasuk kesehatan, kesejahteraan dan jaminan sosial bagi tenaga kerja wanita. Dalam upaya me­nanggulangi kemiskinan, peranan wanita amat penting dan akan terus ditingkatkan, antara lain melalui PKK. Selain itu, pemuda didorong untuk makin berperan dalam pembangunan, baik di bidang ekonomi, sosial budaya, politik maupun pertahanan keamanan. Secara khusus potensi kepemimpinan dan kepelo­-poran pemuda dalam pembangunan dan dalam segala aspek kehidupan masyarakat, ditingkatkan termasuk dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Dalam bidang agama, diupayakan untuk memeratakan kesem­patan beribadah dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaq­waan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, diupayakan pula untuk mendorong peran serta aktif masyarakat dalam penyediaan sarana dan prasarana peribadatan, menyediakan penyuluh keaga­maan terutama bagi daerah terpencil, daerah yang padat penduduk­nya, dan lokasi permukiman yang barn berkembang seperti daerah transmigrasi, serta meningkatkan pemerataan pendidikan agama dan keagamaan. Kesemuanya itu adalah untuk meningkatkan peran serta aktif umat beragama dalam pembangunan.

Pembangunan dalam bidang iptek diupayakan untuk turut memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam upaya pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan. Dengan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek, berbagai kebutuhan pokok rakyat dapat dihasilkan dengan biaya yang lebih rendah sehingga makin terjangkau oleh rakyat banyak terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan kemajuan iptek, kebutuhan prasarana dan sarana dapat diupayakan makin meluas dan makin menjangkau seluruh lapisan masyarakat  terutama yang hidup di wilayah terpencil. Secara khusus kegiatan iptek diupayakan untuk mengembangkan teknologi yang tepat bagi masyarakat perdesaan sehingga mendorong produktivitas. sektor pertanian dan menunjang pengembangan agroindustri dan agrobis­nis di tengah-tengah masyarakat desa.
Pembangunan di bidang hukum, diupayakan untuk menjamin terpenuhinya rasa keadilan masyarakat, perlindungan dan pengayoman yang makin meluas dan makin merata, serta mening­katkan kepastian dan ketertiban hukum yang akan memberi ke­tenteraman kepada rakyat, sebagai bagian dari upaya membangun kesejahteraan lahir dan batin. Secara khusus pembangunan di bidang hukum diupayakan untuk memperluas pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan serta bantuan hukum yang diberi­-kan kepada masyarakat terutama pada golongan masyarakat yang tidak mampu.

Pembangunan di bidang politik diupayakan untuk meningkat­kan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban politiknya sebagai warga negara berdasarkan UUD 1945. Dengan demikian, akan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kehidupan politik secara demokratis, konstitusional, dan berdasarkan hukum. Pembangunan politik juga diupayakan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum, yang mencerminkan pening­katan pengamalan demokrasi Pancasila yang dilaksanakan dengan kesadaran masyarakat yang makin meluas, makin tinggi dan makin merata. Selain itu, diupayakan pula untuk meningkatkan kualitas dan peranan organisasi kekuatan sosial politik, organisasi kemasya­rakatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya, yang mencerminkan pula makin terbukanya kesempatan masyarakat untuk berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pembangunan aparatur negara diupayakan untuk menciptakan aparatur negara yang selain makin andal, profesional dan efisien, juga tanggap terhadap aspirasi rakyat. Sejalan dengan itu, diupa­yakan pula untuk meningkatkan semangat pengabdian dan kemam­puan serta keteladanan aparatur pemerintah di pusat maupun di daerah dalam melayani, mengayomi, mendorong, dan menumbuh­kan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dalam pembangun­an. Dengan aparatur yang demikian, upaya pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.

Pembangunan di bidang penerangan, komunikasi, dan media massa pada umumnya, diupayakan untuk mewujudkan masyarakat yang sadar informasi, yaitu terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan informasi secara makin merata. Pembangunan di bidang inidiarahkan untuk mendukung upaya pemerataan dengan memperluas dan memeratakan informasi mengenai pembangunan, serta mengembangkan interaksi dalam proses komunikasi yang berlang­sung dua arah, sehingga secara keseluruhan akan makin mencer­daskan kehidupan bangsa. Dengan pembangunan penerangan,komunikasi, dan media massa, diupayakan terciptanya kondisi sosial budaya yang makin mantap dan dinamis, yang mendukung berkembangnya segenap potensi masyarakat bagi pembangunan.

Pembangunan di bidang pertahanan keamanan, diupayakan untuk menciptakan kondisi masyarakat yang damai, aman, tertib dan tenteram, sehingga masyarakat dapat mencurahkan perhatian sepenuhnya pada upaya pembangunan kesejahteraan yang ber­keadilan sosial. Keikutsertaan seluruh rakyat dalam upaya perta-hanan keamanan merupakan aspek yang hakiki, karena kekuatan dan kemampuan pertahanan keamanan adalah berdasarkan pada sistem pertahanan rakyat semesta. Pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) adalah salah satu upaya untuk meningkatkan pemerataan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban konstitusional setiap warga negara dalam bela negara. Rakyat terlatih (ratih)       dan perlindungan masyarakat (linmas) sebagai komponen kekuatan pertahanan keamanan negara (hankamneg) mencerminkan peran serta rakyat dalam upaya peningkatan pertahanan dan keamanan. Kegiatan bakti ABRI melalui program ABRI Masuk Desa (AMD)dan bakti sosial lainnya dilanjutkan dan ditingkatkan sebagai salah satu upaya untuk mempercepat pemerataan, baik di bidang sosial ekonomi, sosial-budaya, maupun hankam dalam wujud pembinaan masyarakat tentang kehidupan berbangsa, bernegara, dan berma­syarakat, serta pembangunan desa, pembinaan keamanan dan keter­tiban masyarakat (kamtibmas), tegaknya hukum, dan pembinaan disiplin nasional.

Kebijaksanaan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan di berbagai bidang dan sektor tersebut, di samping bersifat umum, juga ada yang secara khusus diarahkan untuk mengatasi berbagai masalah kesenjangan dan ketimpangan, antara lain adalah penumbuhan perekonomian rakyat dan pengurangan kesenjangan antargolongan ekonomi, penyerasian pertumbuhan antarsektor ekonomi, penyerasian pertumbuhan antardaerah, dan penanggulangan kemiskinan.

a. Penumbuhan Perekonomian Rakyat dan Pengurangan Kesenjangan Antargolongan Ekonomi

Kebijaksanaan menumbuhkan perekonomian rakyat serta mengatasi kesenjangan antargolongan ekonomi ditujukan untuk membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam rangka itu, peranan koperasi ditingkatkan se­hingga benar-benar menjadi sokoguru dan pemeran utama dalam perekonomian rakyat. Pengusaha kecil, termasuk pengusaha tradi­sional dan informal, dibina sehingga tumbuh menjadi lapisan usaha yang andal dan kuat. Struktur dunia usaha ditata pula sehingga tercipta lapisan usaha kecil yang banyak dan kukuh yang saling menyangga dengan lapisan menengah yang tangguh dan saling mendukung dengan usaha besar. Dalam upaya ini dikembangkan kemitraan usaha antara usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar, yang sejajar, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Upaya untuk memperkecil kesenjangan berarti juga meningkatkan taraf pendapatan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dalam rangka pemerataan pendapatan, upah karyawan harus terus dise­suaikan sehingga benar-benar adil dan layak bagi martabat kema­nusiaan, dan seirama dengan upaya peningkatan produktivitas.
Kebijaksanaan mendasar untuk menumbuhkan perekonomian rakyat dan mengatasi kesenjangan antargolongan ekonomi, dilaksanakan melalui penataan kembali berbagai perangkat peraturan perundang-undangan yang menyentuh kehidupan ekonomi rakyat banyak seperti kepemilikan hak atas tanah, hak  dan kewajiban karyawan termasuk sistem pengupahan, bantuan perlindungan hukum, dan mekanisme sistem ekonomi pasar yang berdasarkan demokrasi ekonomi Pancasila.

Kebijaksanaan yang mendukung perkembangan ekonomi rakyat dilakukan pula melalui peningkatan pemberian kemudahan  di bidang perkreditan, investasi, perpajakan, asuransi, akses terha­dap pasar dan informasi, serta dalam memperoleh pendidikan, pelatihan keterampilan, bimbingan manajemen, dan alih teknologi. Dengan demikian, ekonomi rakyat dapat berkembang secara mantap dan berperan makin besar dalam perekonomian nasional. Dalam rangka itu dikembangkan bidang kegiatan ekonomi yang diprioritaskan bagi usaha ekonomi rakyat, yaitu koperasi dan usaha kecil termasuk usaha informal dan tradisional, dan jika perlu ditetapkan wilayah usaha yang menyangkut perekonomian rakyat, terutama yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi dan usaha kecil untuk tidak dimasuki oleh usaha lainnya. Kebijak­sanaan pemberian prioritas, dapat pula diberikan kepada usaha ekonomi rakyat untuk turut berperan secara efektif dalam penga­daan barang dan jasa yang dibiayai pemerintah, disertai upaya penyediaan tempat usaha yang terjamin khususnya bagi koperasi dan usaha kecil, dan peningkatan peran serta masyarakat antara  lain melalui koperasi dalam pemilikan saham perusahaan besar.
Selaras dengan itu upaya mencegah terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi yang menuju pada bentuk monopoli, monopso­ni, dan praktek usaha yang merugikan masyarakat, dan upaya membangun kerja sama kemitraan usaha yang sejajar antara koperasi, BUMN, dan swasta, diatur dalam peraturan perundangan yang sesuai, yang dapat mendorong pula peningkatan peran serta, efisiensi dan produktivitas rakyat secara maksimal.

b. Penyerasian Pertumbuhan Antarsektor Ekonomi

Kebijaksanaan pemerataan pertumbuhan antarsektor ekonomi adalah menyerasikan secara bertahap peranan dan sumbangan masing-masing sektor ekonomi, terutama sektor pertanian, Indus-tri, dan jasa, dalam rangka menciptakan nilai tambah dan produk­tivitas ekonomi nasional yang tinggi, serta memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, dengan memperlancar proses perpindahan tenaga kerja antarsektor ekonomi tersebut, sertamemadukan perencanaan dan pelaksanaan program antarsektor dan program regional, sehingga dapat mewujudkan kegiatan pembangunan yang terpadu serta berdaya guna dan berhasil gunayang memungkinkan penyelenggaraan ekonomi yang makin mencerminkan rasa keadilan. Untuk itu, produktivitas di sektor pertanian ditingkatkan antara lain dengan penerapan teknologi yang tepat serta pendekatan baru dalam produksi dan pemasaran hasil pertanian termasuk pengembangan agroindustri dan agrobisnis. Pembangunan sektor industri diupayakan untuk makin terkait dengan sektor pertanian dan pembangunan di sektor jasa diarah­kan terutama untuk mendukung sektor pertanian. Dalam rangka ini termasuk pula upaya untuk memperkuat posisi tawar petani dan meningkatkan nilai tukar hasil produksinya termasuk melaluipeningkatan peran koperasi, mengembangkan sarana dan prasarana usaha yang dibutuhkan, serta iklim yang mendukung, termasuk kemudahan dalam memperoleh permodalan dan dalam memperoleh pelatihan keterampilan dan bimbingan manajemen, serta alih tek­nologi bagi usaha di bidang pertanian terutama dalam rangka mengembangkan usaha ekonomi rakyat, khususnya bagi petani.

c. Penyerasian Pertumbuhan Antardaerah

Pemerataan pembangunan antardaerah dimaksudkan untuk lebih menyerasikan pertumbuhan dan mengurangi kesenjangan dalam tingkat kemajuan antardaerah, baik antarpropinsi, antar­daerah di dalam propinsi, maupun antara perkotaan dan perdesaan.Kebijaksanaan pemerataan dalam pembangunan daerah harus dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah melalui pembangunan yang serasi dan terpadu baik antarsektor maupun antara pembangunan sektoral dengan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh tanah air. Pemba­ngunan desa dan masyarakat perdesaan ditingkatkan melalui koor­dinasi dan keterpaduan yang makin serasi dalam pembangunan sektoral, pengembangan kemampuan sumber daya manusia, pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, serta penumbuhan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat sehingga mempercepat peningkat­an perkembangan desa.
Di perkotaan, penataan penggunaan tanahditingkatkan dengan lebih memperhatikan hak-hak rakyat atas tanah, fungsi sosial hak atas tanah, batas maksimum pemilikan tanah, serta pencegahan penelantaran tanah termasuk upaya mencegah pemusatan penguasaan tanah yang merugikan kepenting­-an rakyat.
Dalam rangka pemerataan pembangunan antar daerah ditempuh berbagai upaya, antara lain dengan meningkatkan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah yang dikembangkan berdasarkan pendekatan wilayah atau kelompok propinsi dalam satu pulau atau gugus pulau dengan menciptakan keterkaitan fungsional antar­daerah, antar wilayah, antar desa, antarkota, dan antara desa dan  kota.
Selanjutnya diupayakan pula dengan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk mendorong kegiatan ekonomi daerah dengan memberikan kemudahan dalam rangka deregulasi di daerah tingkat I dan II untuk menciptakan iklim usaha yang makin baik. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan investasi, perda­gangan antar daerah, ekspor nonmigas, dan lapangan kerja, serta mengembangkan prakarsa, keswadayaan, dan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan dengan mendorong dan membina organisasi kemasyarakatan serta lembaga-lembaga perekonomian rakyat termasuk koperasi, lembaga tradisional, dan lembaga kemasyarakatan lainnya.
Untuk mempercepat pengembangan kawasan timur Indonesia dan daerah tertinggal lainnya, diupayakan untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana ekonomi guna mendorong per­kembangan ekonomi daerah, sesuai dengan prioritas dan potensi daerah yang bersangkutan. Perhatian lebih besar diberikan pula kepada pengembangan sumber daya manusia di kawasan tersebut. Dalam rangka mengejar ketertinggalan wilayah perdesaan di­bandingkan wilayah perkotaan, diupayakan untuk mengembangkan sarana dan prasarana perdesaan dan meningkatkan fungsi dan peranan lembaga ekonomi serta lembaga kemasyarakatan desa.

d. Penanggulangan Kemiskinan

Dalam Repelita VI di samping berbagai kebijaksanaan sektoral dan regional yang telah dilakukan dalam PJP I dan akan dilanjutkan serta ditingkatkan, diluncurkan program khusus pe­nanggulangan kemiskinan dengan mendorong semangat keswa­dayaan dan kemandirian penduduk miskin untuk bersama-sama melepaskan diri dari kemiskinan dalam kelompok-kelompok swadaya dengan semangat kooperatif yang dikembangkan di kalangan dan oleh masyarakat itu sendiri, khususnya di desa-desa tertinggal. Kebijaksanaan tersebut dalam Repelita VI dituangkan dalam program yang disebut Inpres Desa Tertinggal atau IDT.
IDT merupakan kebijaksanaan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan masyarakat miskin untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka keterisolasian dan mengembang­kan kesempatan berusaha. IDT diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan kemandirian masyara­kat miskin di desa tertinggal, dengan menerapkan prinsip-prinsip gotong-royong, keswadayaan, dan partisipasi, serta menerapkan semangat dan kegiatan kooperatif. Kegiatan sosial ekonomi yang dikembangkan adalah kegiatan produksi dan pemasaran dengan pemasyarakatan dan pemanfaatan teknologi yang tepat terutama yang sumber dayanya tersedia di lingkungan masyarakat setempat. Guna mempercepat upaya itu, ditingkatkan pembangunan sarana dan prasarana perdesaan serta disediakan dana sebagai modal kerja bagi penduduk miskin untuk membangun dan mengembangkan kemampuannya sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya secara mandiri. Dalam kerangka itu program  IDT diupayakan pula untuk memantapkan segi-segi kelembagaansosial ekonomi masyarakat perdesaan termasuk koperasi sehingga upaya meningkatkan taraf hidup dapat berlangsung secara berkelanjutan.
IDT merupakan kebijaksanaan terpadu untuk meningkatkan potensi dan dinamika ekonomi masyarakat lapisan bawah. Dengan upaya penguatan ekonomi rakyat tersebut, diharapkan dapat diha­silkan landasan yang lebih kukuh bagi perekonomian nasional karena meningkatnya daya beli, dan dengan demikian ketahanan ekonomi masyarakat secara menyeluruh juga meningkat. Penanggulangan kemiskinan ditempatkan secara utuh dalam rangka penyelenggaraan pembangunan nasional. Dalam kerangka itu, berbagai hal yang berkaitan dengan perencanaan, pengang­garan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi akan dikaji dalam perspektif jangka pendek dan jangka panjang.
Penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada peran serta aktif dan produktivitas rakyat diupayakan untuk menumbuhkan kemandirian penduduk miskin. Hal itu bersifat mendasar yang menyatu dengan struktur sosial ekonomi dan sosial budaya masya­rakat serta bersifat lestari yang didasarkan pada adanya kesempatan dan peluang untuk berperan serta dalam pembangunan yang terbu­ka secara merata bagi seluruh rakyat, menuju makin meratanya tingkat kemampuan rakyat dalam memanfaatkan kesempatan, dan dilandasi oleh semangat kebersamaan, kesetiakawanan, serta persa­tuan yang kuat diantara warga negara. Dalam hal ini, diupayakan untuk meningkatkan peran serta aktif masyarakat terutama yang mampu serta dukungan aparat pelaksana yang andal, untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan sekaligus mencegah timbulnya penduduk miskin baru.
Dalam upaya penanggulangan kemiskinan, kebijaksanaan peningkatan desentralisasi dan otonomi daerah dilaksanakan secara bertanggung jawab dengan memberi kewenangan kepada daerah untuk mengkoordinasikan dan memadukan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan berbagai program pembangunan yang diarahkan pada penanggulangan kemiskinan. Dalam hal ini, warga masyarakat miskin diberikan kepercayaan penuh untuk merumuskan kebutuhan yang mendesak dan mendasar bagi mereka. Ini berarti pula mendorong penduduk yang hidup di desa-desa tertinggal agar memahami dan mampu menangani masalahnya sendiri.

Kebijaksanaan untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan menanggulangi kemiskinan yang garis besar dan pokok-pokok­nya diuraikan di atas, dikembangkan secara lebih rinci dalam kebi­jaksanaan pembangunan di semua bidang dan sektor dalam Repeli­-ta VI. Dengan usaha yang sungguh-sungguh disertai tekad untuk membantu memperbaiki kesejahteraan mereka yang lemah, mempercepat pembangunan daerah yang tertinggal, dan mengurangi kesenjangan, maka pembangunan dalam PJP II yang akan dimulai dalam Repelita VI dapat menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang makin merata, dalam upaya mewu­judkan cita-cita keadilan sosial.

V. PROGRAM PEMBANGUNAN

Upaya pembangunan untuk menumbuhkan perekonomian rakyat dan mengatasi kesenjangan antar golongan ekonomi, menyerasikan pertumbuhan antar sektor ekonomi, menyerasikan pertumbuhan antar daerah, dan menanggulangi kemiskinan, dalam Repelita VI dilaksanakan melalui berbagai program di semua sektor pembangunan, yaitu dalam bidang ekonomi; kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan; agama dan kepercayaan terha­dap Tuhan Yang Maha Esa; ilmu pengetahuan dan teknologi; hukum; politik, aparatur negara, penerangan, komunikasi, dan media massa; serta pertahanan dan keamanan. Dalam penanggu­langan kemiskinan pada Repelita VI dilaksanakan program khusus yaitu program Inpres Desa Tertinggal.
 

Imas Ekawati Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos